Sabtu, 09 Januari 2016

Atambua, Timor Leste dan Bang Rio

                Pertengahan Desember kemarin dalam rangka tugas kantor, gue ditugaskan meliput program desa internet di Nusa Tenggara Timur. Awalnya gue sama Nissa temen kantor belum tau kita akan pergi kemana untuk liputan program ini. Karena ada 10 kota yang ikut dalam program desa internet ini. Sampai pada akhirnya beberapa hari kemudian kita mendapat kabar kalau kita 2 hari lagi berangkat ke Atambua. Wow, gila man kita pergi ke kota yang difilemin Riri riza dan Mira Lesmana hahaha, Yes!. 



            Jadi Atambua itu adalah kota di provinsi Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung sama negeri Timor Leste yang dulu pernah jadi bagian Indonesia dan namanya Timor Timur. Untuk menuju Atambua, dari Kupang ibukota NTT bisa ditempuh 7 jam perjalanan lewat jalur darat atau kalo pake pesawat cuma 40 Menit ajah dengan Wings air. Itu pun pesawatnya cuma satu kali sehari hehe.




Hari Pertama

               Gue, Nisa, dan Mas Denny wartawan sindo sampai di kota Atambua sekitar jam 12 siang. Sampai di bandara AA Bere Tello kita dijemput sama pak Daniel. 




           Selama di perjalanan menuju hotel kita lumayan terkejut karena makanan favorit orang-orang atambua adalah Nasi Padang sodara-sodara!. 


       Padahal kita ngarepnya makanan-makanan laut gitu karena atambua deket banget sama laut. Setelah makan siang dan check in di hotel permata, si nisa yang orangnya ga bisa diem kalo lagi di tempat baru ngajak gue jalan. 


    Tapi masalahnya angkot jarang banget di Atambua, bahkan lokasi hotel kita aja ga dilewatin angkot. Akhirnya Nisa inisiatif minjem motor bebek om resepsionis hotel buat jalan-jalan keliling Atambua. 




        Keliling lah kita di Atambua, overall sih udah mayan maju nih kota, udah banyak toko-toko yang buka dan satu supermarket gede namanya jabalmart.

Hari Kedua

       Hari ini adalah salah satu hari yang berkesan. Kenapa karena kita ketemu salah satu orang paling ngetop di seantero Atambua yaitu driver mobil rental kita, Bang Rio Pareira. Yiaaayyy!



    Selama di perjalanan menuju desa saliwen desa yang akan kita liput bang rio bercerita mengenai pengalaman hidupnya. Jadi semasa masa mudanya bang Rio udah pernah ke Jakarta jadi kru nya slank dan tinggal di potlot. Dia bahkan bisa cerita personil slank mana yang paling pendiem dan paling belagu hahaha. 



                  Abis dari Jakarta bang rio pergi ke Malang dan buka studio musik disana. Dan dari kota itu ia mendapat jodoh seorang perempuan blasteran indo belgia yang merupakan anggota slankers malang. Namun pernikahannya tak bertahan lama karena mereka memutuskan berpisah dan bang rio pun kembali ke atambua. 


       Di Atambua Bang Rio mencoba peruntungannya dengan menjadi Caleg DPRD dari Partai PKB. Namun sayang perolehan 900an suara belum cukup untuk mengantarnya menjadi anggota dewan. Dia bilang “saya kalah sama orang yang main duit, susah kalo di politik tidak main uang”. 



                 Ga di Jakarta ga di Atambua emang politik Endonesah masih gitu-gitu aja ya, pikir gue. Tak terasa kita sampai di Desa Saliwen dan kita pun kembali bekerja. Semua cerita seru bang rio selama perjalanan masih terekam di memori sampai saat ini.

Hari Ketiga

         “Nanti kita mampir dulu ke Timor Leste, foto-foto baru kita lanjut ke desa maneikun”, begitu kata Bang Rio membuka pagi ini. Dalam waktu 1 jam dari kota Atambua, kita sampai di batu gede balibo perbatasan RI dan Timor Leste. Sambil ditemani bang rio dan temannya kita berkeliling kota di Timor Leste yang terdekat dengan RI. 


         Awalnya gue agak takut karena banyak cerita horror mengenai cerita kriminalitas yang pernah gue dengar disini. Tapi lama kelamaan rasa takut itu hilang setelah melihat ketenangan dan senyum warga di kota ini.



                  Yang paling berkesan dari perjalanan ini adalah ketika kami masuk ke warung-warung kelontong yang menjual berbagai macam minuman beralkohol impor dengan harga yang cukup murah.  



    Mas Denny yang begitu bersemangat melihat botol-botol minuman alkohol impor berjejer langsung membeli 4 botol minuman. Sementara saya sendiri hanya membeli wine Portugal seharga 75 ribu ( Sumpah, murah banget ini ) dan bir oranje boom minuman rekomen bang rio seharga 30 ribu rupiah. Setelah meliput desa Maneikun, malamnya kita makan bersama sambil menikmati satu botol wine dari mas denny dan satu kaleng 500ml oranje boom. 


     Malam itu bang rio bercerita lebih banyak lagi tentang hidupnya, kali ini lebih sedih dan lebih pribadi ceritanya. Bisa jadi mungkin karena efek minuman yang kita minum malam itu :p . Selesai makan mas denny mengajak kita karaoke di sing karaoke. Malam itu pun ditutup dengan karaoke bersama sampai jam 2 pagi. Dan malam itu adalah malam terbaik selama di Atambua.

Hari Keempat

       Dengan kepala yang masih sedikit oleng akibat kurang tidur, pagi itu kita menuju salah satu desa terjauh yaitu desa Fulur.  Butuh waktu sekitar 3 jam lebih menuju desa Fulur. Karena kebetulan lokasinya melewati salah satu objek wisata Pantai Pasir Putih, kita pun mampir sebentar disitu buat foto-foto hehe.





                  Di Fulur tampak warga sangat antusias dengan program desa internet namun sayang kebanyakan yang hadir adalah kakek-kakek dan nenek yang kebanyakan sehari-hari bekerja sebagai petani. Jujur gue ragu apakah mereka bisa mengerti internet nantinya hehe tapi semoga itu ga terbukti. Karena siapa tau dengan internet mereka bisa mendapat ilmu sesuai bidang yang mereka kerjakan seperti berkebun, bertani atau berternak. 



         Selesai dari desa fulur kita lanjut menuju Kupang lewat jalur darat karena kita tidak dapat tiket pesawat sore itu. Jam 10 malam kita sampai Kupang. Malam itu menjadi malam yang berat karena kita harus berpisah dengan Atambua dan orang paling asik yang kita temui disana Bang Rio. 


      Terima kasih banyak Atambua untuk semua pengalaman dan cerita yang tak mungkin kita lupakan dan dapatkan selama disana. Obrigados! :D


Tidak ada komentar:

Posting Komentar